Rabu, 25 Januari 2012

letters to


Hai  kamu,
Iya kamu, gerimis
Udah lama ya kita gak ketemu
Ya, semenjak kedatanganku ke Jakarta dan kamu menyertaiku kita tak pernah jumpa lagi
Aku dengar ada awan hitam sekarang yang sedang mendampingi “kesibukanmu”
Aku turut bahagia akan mu
Semoga awanmu tak terlalu hitam karena nanti akan datang hujan, atau malah datang matahari sehinnga langit menjadi cerah dan kamu dan awanmu tak lagi bersama
Oh ya beberapa minggu lagi  awanmu akan pergi karena sinar mentari sepertinya akan berkunjung lama
Aku tak tahu apa kau ingin mampir lagi atau tidak
Tapi ingin ku beri tahu satu hal,
Kamu hanya sekedar gerimis, karena terlalu sederhana jika ingin menjadi pelangi

                                                                                                            Love,
                                                                                                                        Conny

Minggu, 22 Januari 2012

how about you?


Banyak orang yang bilang “tua itu pasti tetapi dewsa adalah pilihan”. Mengertikah kalian dengan arti “dewasa” itu sendiri? Salah seorang yang saya kenal menuntut kedewasaan saya tanpa memberi definisi dari dewasa itu sendiri, dengan caranya dia menuntut untuk mendewasakan saya. Tidak kah sadar dia apakah dia pun sudah dewasa dalam menangani masalahnya, hidup, orang tua, bahkan dirinya sendiri. Dia menunjuk saya sebagai orang yang belum bahkan tidak mungkin dewasa. Tidak kah sadar kamu, apabila 1 telunjuk menunjuk seseorang, 4 jari tanganmu menunjuk dirimu sendiri. Mungkin secara umur memang dia yang lebih tua, tetapi dengan menunjuknya saya sebagai orang yang tidak dewasa, sikapnya itu yang menunjukkan bahwa dirinya sendri yang jauh dari kata dewasa.

Hal ini saya dapatkan setelah diam merenung dan menyadari kelebihan dan kekurangan diri masing-masing. Menurut salah satu sahabat saya, dimas adijayasakti kata dewasa merupakan “batas” dimana seseorang harus sadar batasan. Jika sedih dan ingin menangis silahkan, tetapi ingat batas, jangan menjadi kesedihan yang berkepanjangan apalagi dengan tangisan yang berlebihan. Apabila ingin marah juga silahkan, tetapi jangan sampai keluar batas. Ada juga yang bilang kedewasaan itu bergantung persepsi masing-masing. Sampai mana persepsi itu dilihat dan diyakini maka  tingkat kedewasaannya ya hanya batas itu. Hanya sebatas 17 tahun, hanya sebatas punya KTP, punya pacar, menyelesaikan masalah sekolah atau pelajaran.

Saya berfikir, jikalau seperti itu maka kedewasaan fleksibel. Bergantung sudut pandang, latar belakang, pemikiran, dan lingkungan sekitar. Karena semua itu merupakan awal terbentuk pemikiran dan kepribadian kita, dengan catatan kedewasaan merupakan persepsi masing-masing orang. Menurut saya, dewasa “itu tidak ada” adanya manusiawi. Terkadang kita tidak bisa menyelesaikan masalah seorang diri karena manusia butuh bantuan pada hakekatnya ada hubungan antar manusia dengan manusia (habluminannas) adakalanya berfikir cerita degan sesama tidak membantu  secara batiniah, kita lebih memilih cerita dan mengadu pada Yang Maha Esa (habluminallah),  mungkin lebih menenangkan lahir maupun batin saya pernah juga mengalaminya mungkin kalian juga. Ada juga  yang hanya ingin cerita masalahnya karena dia lebih lega untuk melepas masalahnya kepada orang lain, walaupun tidak memberi penyelesaian masalah tetapi lebih lega apabila dibagi atau sudah bertukar pikiran. Sangat manusiawi bukan menghadapi sesuatu seperti ini dengan caranya masing-masing. Jadi saya rasa dewasa itu tidak ada adanya manusiawi. Wajar seseorang yang tegar dia rapuh, orang yang salah tidak selalu salah dalam hidupnya, apalagi dalam menyikapi masalah karena banyak yang bilang kedewasaan bisa dilihat dari seseorang menghadapi masalah. Tetapi perlu diingat menurut pendapat saya dewasa itu “tidak ada” yang ada hanya “manusiawi”.

Tapi ini hanya sekedar pendapat saya pada sarana untuk berpendapat dan ini  sarana yang saya punya, halaman saya,
Bagaimana dengan pendapat anda ? setuju atau tidaknya anda yang tahu, kita sharing dilain waktu :) 

xoxo